Latest News

Thursday, November 17, 2016

Awalnya Rp 500 Juta. Ternyata Politisi Demokrat Ini Sudah Banyak Terima Sangu


Masih ingat operasi tangkap tangan (OTT) politisi Partai Demokrat I Putu Sudiartana yang tertangkap di Padang?
Saat diperiksa, politisi awal Bali yang menerima suap dari pengusaha dan melibatkan Kepala Dinas PU Sumbar ini menerima suap Rp 500 juta.


Namun ternyata, anggota Komisi Hukum DPR RI ini juga menerima sejumlah gratifikasi yang jika ditotal, jumlahnya sangat besar, mencapai Rp 2,7 miliar.
Gratifikasi itu diberikan secara bertahap oleh sejumlah pihak.
Hal itu terungkap saat jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Herry BS Ratna Putra, membacakan dawkwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 
Menurut Henry, suap Rp 500 juta dari pengusaha tersebut menyangkut pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
"Pemberian hadiah tersebut bertentangan dengan kewajibannya selaku anggota DPR RI, untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme," ujarnya.
Awalnya, menurut dakwaan, sekitar Agustus 2015, orang kepercayaan Putu Sudiartana bernama Suhemi, menemui pihak swasta bernama Desrio Putra.
Suhemi mengaku sebagai teman Putu dan menawarkan jasa membantu pengurusan anggaran di DPR.
Suhemi kemudian meminta dipertemukan dengan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat, Suprapto.
Desrio Putra pun menjelaskan kepada Suprapto mengenai Suhemi yang dapat membantu menambah anggaran DAK dapat digunakan untuk pembangunan dan perawatan jalan di Provinsi Sumbar.
Suprapto kemudian meminta Desrio untuk menemui Indra Jaya, yang merupakan Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman, untuk mendiskusikan masalah anggaran tersebut.
Suprapto kemudian meminta Indra Jaya untuk membuat surat pengajuan DAK yang jumlahnya sebesar Rp 530,7 miliar.
Namun, setelah menemui Putu di Gedung DPR, Suprapto meminta Indra untuk menambah permintaan anggaran menjadi Rp 620,7 miliar.
Dalam pertemuan di Gedung DPR, Putu menjanjikan bahwa anggaran yang diusulkan tidak hanya untuk pembangunan jalan, namun juga untuk pembangunan gedung dan pengadaan air bersih.
Pada Januari 2016, Indra Jaya memperkenalkan Yogan Askan sebagai pengusaha kepada Suhemi.
Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya, Yogan meminta kepada Putu agar dapat mengupayakan penambahan anggaran DAK di Provinsi Sumbar.
Selanjutnya, pada 10 Juni 2016, di Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan, dilakukan pertemuan antara Yogan, Putu, Suprapto, dan Indra Jaya.
Dalam pertemuan itu, Putu menjanjikan bahwa DAK yang akan disetujui minimal Rp 50 miliar.
Suprapto kemudian meminta Putu agar anggaran dapat ditambah, dengan jumlah yang berkisar antara Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar.
Putu menyetujuinya, dan meminta agar disediakan imbalan sebesar Rp 1 miliar.
Pada 20 Juni 2016, dilakukan pertemuan di ruang rapat Dinas Prasarana Jalan, yang dihadiri oleh Yogan, Suprapto, Suhemi, Indra Jaya, Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid dan Johandri.
Dalam pertemuan disepakati fee untuk Putu sebesar Rp 500 juta. Uang sebesar Rp 500 juta tersebut berasal dari Yogan sebesar Rp 125 juta, Suryadi Rp 250 juta, Johandri Rp 75 juta, dan Hamid Rp 50 juta.
Penyerahan uang dilakukan secara bertahap melalui beberapa rekening kepada staf pribadi Putu yang bernama Novianti.
Atas perbuatan tersebut, Putu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menyangkut gratifikasi Rp 2,7 miliar, Herry menyebut gratifikasi tersebut berhubungan dengan jabatan Putu.
"Ini berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku anggota DPR," ujar Herry.
Menurut Jaksa KPK, pada April 2016, Putu menerima pemberian uang sebesar Rp 2,1 miliar dari pihak swasta bernama Salim Alaydrus.
Pemberian secara tunai dilakukan melalui staf Putu bernama Novianti di Stasiun Kereta Api Pasar Turi, Surabaya.
Kemudian, pada bulan yang sama, Putu menerima pemberian dari pihak swasta bernama Mustakim sebesar Rp 300 juta.
Pemberian dilakukan secara bertahap melalui rekening atas nama Muchlis (suami Novianti).
Selain itu, pada Mei 2016, Putu kembali menerima uang dari Ippin Mamoto sebesar Rp 300 juta.
Uang diterima melalui Novianti secara tunai di Restoran Sari Ratu Plaza Senayan, Jakarta.
"Bahwa sejak menerima uang Rp 2,7 miliar, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK, sampai batas waktu 30 hari sesuai yang ditetapkan undang-undang," kata Jaksa KPK.
Menurut Jaksa KPK, dari keseluruhan uang yang diterima Putu, sebesar Rp 375 juta telah ditukarkan dalam bentuk dollar Singapura, atau sebanyak 40.000 dollar Singapura, yang terdiri dari 40 lembar pecahan 1.000 dollar Singapura.
Uang tersebut ditemukan petugas KPK saat Putu ditangkap di rumahnya.
Atas perbuatan tersebut, Putu didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, Putu mengaku menerima uang sebesar Rp 500 juta dari pengusaha Yogan Askan.
Penyerahan uang melalui staf Putu yang bernama Novianti, yang dikirim ke sejumlah rekening kerabatnya.
Hal itu dikatakan Putu saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/10) silam. Saat itu Putu menjadi saksi untuk terdakwa Yogan Askan.
"Awalnya saya tidak tahu kalau itu dari Pak Yogan, saya kira itu uang hasil jual tanah di Bali," ujar Putu kepada Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut pengakuan Putu, awalnya ia mengira bahwa uang tersebut berasal dari Ratna, yang membeli sebidang tanah miliknya di Bali. Karena merasa uang tersebut sebagai hasil usaha, ia pun meminta Novianti menggunakan uang tersebut sesuai untuk membayar beberapa kebutuhan.
Salah satunya, Putu meminta agar Novi mengirimkan uang sebesar Rp 200 juta kepada rekening temannya yang bernama Jon.
Pengiriman tersebut, menurut dia, merupakan pembayaran utang. Selain itu, Putu juga meminta Novianti mengirimkan uang ke rekening kerabatnya.
Putu mengaku baru mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari Yogan, setelah Novianti mengaku telah mengirimkan beberapa nomor rekening kepada Yogan Askan.
"Saya bilang sama Novi, cepat kembalikan uang ini, karena waktunya hanya satu bulan. Saya katakan, Novi, kamu akan berhadapan dengan hukum, cepat kembalikan," kata Putu.
Meski demikian, menurut pengakuan Putu, uang tersebut belum sempat dikembalikannya karena ia sudah ditangkap oleh petugas KPK.

                      http://tribunbinjai.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment