Latest News

Showing posts with label Jusuf Kalla. Show all posts
Showing posts with label Jusuf Kalla. Show all posts

Tuesday, November 1, 2016

SBY Temui JK Bahas Demo 4 November 2016, Begini Isi Pertemuannya

 
Kunjungan Presiden ke 6 RI. Susilo Bambang Yudyono menemui Wakil Presiden RI. Jusuf Kalla di rumah dinas di Menteng


alirantransparan.blogspot.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan pertemuan dengan Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam pertemuan hampir satu jam itu, mereka berdua sempat menyinggung terkait rencana adanya aksi dari Gabungan Ormas Islam dan sejumlah tokoh pada 4 November 2016 mendatang.

Jusuf Kalla mengatakan, pembicaraan ini salah satunya berupaya untuk mewujudkan Pilgub DKI Jakarta 2017 yang aman dan tertib. Sebab, akan ada demonstrasi besar-besaran untuk meminta Kepolisian untuk segera menetapkan Basuki Tjahaja Purnama menjadi tersangka.

"Tentu kita bicara kondisi hari ini dengan harapan bahwa sebuah kejadian 1-2 hari mendatang tanggal empat (November) dan juga Pilkada berlangsung dengan aman, baik. Dan kalau ada hal-hal, kita koordinasi lah masing-masing," katanya di rumah dinasnya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/11).

Selain itu, mantan Ketua Umum Golkar ini mendengarkan masukan yang diberikan oleh SBY. Sebab, menurutnya, alangkah lebih baik jika melakukan pencengahan terlebih dulu sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan, salah satunya terjadinya tindakan anarkis.

"Sebelum terjadi, kita harus siap. Kalau betul-betul terjadi demonstrasi besar-besaran. Kita kan harus siap kan," terangnya.

Mengenai adanya kabar keterlibatan SBY dalam aksi besar-besaran tersebut, JK memastikan hal tersebut tidak benar. "Endak, saya endak percaya," imbuhnya.(merdeka.com)

Saturday, October 29, 2016

Jusuf Kalla Ungkap Peran Pemerintahan SBY Turut Andil dalam Besarnya Utang Negara




alirantransparan.blogspot.co.id - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengakui bahwa alokasi anggaran tahun 2017 untuk membayar utang membengkak. Hal itu, dikarenakan akumulasi bunga utang dan pemberian subsidi yang berlebihan pada masa pemerintahan sebelumnya. 

Sedangkan, di sisi lain, pemasukan pajak tahun 2016 tidak mencapai target dan pembangunan harus terus berjalan.

Meskipun, ungkapnya, sudah terbantu dengan adanya uang tebusan dari kebijakan deklarasi dan repatriasi pajak yang tahap pertama lebih dari Rp 90 triliun.

"Utang negara sampai dengan bulan Agustus (2016) itu sudah kurang lebih Rp 3.400 triliun. Cukup besar memang pertumbuhannya di dua tahun terakhir memang juga tinggi akibat anggaran kita besar, kemudian pemasukan pajak agak tidak dicapai target, sedangkan proyek berjalan," kata JK, Jumat (28/10).

Atas dasar itu, secara tidak langsung JK mengatakan bahwa pemerintahan lalu turut andil dalam besarnya utang yang harus dibayar dan dibebankan kepada pemerintahan saat ini.

"Utang ini kan akumulasi selama puluhan tahun, defisit juga seperti itu. Salah satu yang menyebabkan banyak defisit karena subsidi tinggi sebelum-sebelumnya. Jadi memang seperti yang tercantum di APBN 2017 bunga saja itu kurang lebih Rp 220 triliun, bunga hutang. Kemudian cicilan yang harus dibayar kurang lebih Rp 220 triliun. Jadi total memang cicilan utang dengan bunganya itu lebih hampir Rp 500 triliun malah dan itu memperberat APBN kita," ungkapnya.

Meskipun demikian, JK mengatakan bahwa rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih lebih kecil dibandingkan negara lain, yaitu 27 persen dari PDB. 

Sedangkan, Amerika Serikat (AS) mencapai 200 persen dari PDB. Demikian juga, Jepang yang perbandingannya juga hampir 200 persen dari PDB dan Tiongkok yang bahkan melebihi 250 persen dari PDB.

"Utang sekarang lebih tinggi otomatis menyebabkan bunganya tinggi karena bunga itu dibayar setiap tahun, setiap bulan malah. Jadi memang punya efek daripada utang yang terakhir ini akibat penurunan pendapatan lewat pajak turun, ekspor kita juga turun, maka penerimaan pajak di bawah target," ujarnya.

Lebih lanjut, JK meyakini bahwa peningkatan alokasi anggaran untuk membayar utang tersebut, tidak akan mengakibatkan defisit anggaran melebihi tiga persen. Sebagaimana, diamanatkan undang-undang bahwa defisit anggaran tidak boleh lebih dari tiga persen. Meskipun, salah satu langkahnya adalah dengan membuat utang baru.

Sebelumnya, JK memang menyebutkan bahwa pemerintah harus menyisihkan dana sekitar Rp 500 triliun atau 20 persen lebih dari total anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) 2017 hanya untuk mengangsur utang beserta bunganya.

Kemudian, JK mengungkapkan itu terjadi karena kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998, yang mencapai Rp 600 triliun dan membengkak menjadi hampir Rp 3.000 triliun karena akumulasi bunga hingga tahun 2016.

Selanjutnya, dikarenakan penggunaan sumber daya alam yang boros diikuti dengan alokasi subsidi energi yang terlalu royal. Dalam 10 tahun terakhir, subsidi bahan bakar minyak (BBM) bahkan mencapai angka Rp 1.500 triliun. Serta, disebabkan pengelolaan birokrasi yang tak efisien sejak pergantian sistem pemerintahan dari sentralistik ke otonomi daerah.

Untuk diketahui, berdasarkan data Kementerian Keuangan, total belanja negara pada APBN 2017 tercatat mencapai Rp 2.080,5 triliun. Jumlah itu terdiri dari, belanja pemerintah pusat Rp 1.315,5 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 764,9 triliun. Sedangkan, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.750,3 triliun, terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp 1.748,9 triliun dan penerimaan hibah Rp 1,37 triliun.(beritasatu.com)

Thursday, October 20, 2016

Genap Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Kepuasan Publik Masih Cukup Tinggi




alirantransparan.blogspot.co.id � Tanggal 20 Oktober 2016, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), genap berusia dua tahun. Sejak dilantik sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI), pada 20 Oktober 2014, Presiden Jokowi banyak melakukan terobosan, di antaranya menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, selama kurun waktu dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi, kepuasan publik berada pada posisi cukup tinggi. Saat ini, hampir semua lembaga survei menempatkan kepuasan publik kepada Presiden Jokowi pada kisaran 66-68%.

�Itu artinya kepuasan publik melebihi dari apa yang diperoleh Presiden ketika Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2014. Kalau mau menggunakan ukuran, inilah yang dipakai sebagai ukurannya,� kata Pramono di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (19/10).

Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, titik berat yang dihadapi pemerintahan Jokowi pada dua tahun pertama adalah melakukan pembenahan ekonomi secara besar-besaran. Kebijakan itu dilakukan karena dipicu faktor perlambatan ekonomi global yang terjadi saat ini.

�Alhamdulillah, ekonomi Indonesia tumbuh pada 5,18 %. Pertumbuhan ekonomi kita dibandingkan kawasan lainnya, relatif stabil dan cukup tinggi. Tetapi tentunya ekspektasi kita bisa lebih dari itu,� katanya.

Pramono mengatakan, selain reformasi ekonomi, pemerintah juga kini menggencarkan reformasi di bidang hukum yang nantinya akan ditandai oleh diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).(sumber: beritasatu.com)