Latest News

Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

Saturday, October 29, 2016

Videotren Jadi Media Dakwah Santri Inspiratif

 
Workshop Videotren, pada rangkaian Hari Santri Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama, Sabtu (29/10/2016).


alirantransparan.blogspot.co.id - Perkembangan teknologi digital dan media sosial menjadi tantangan bagi komunitas pesantren. Selama ini, komunitas pesantren tertinggal dalam bidah dakwah di media sosial. Untuk itu, meski terlambat, santri harus bekerja keras untuk mengejarnya. Hal inilah yang menjadi perbincangan dalam workshop Videotren, pada rangkaian Hari Santri Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama, Sabtu (29/10/2016). 

Agenda ini, diselenggarakan di Hall Hari Santri Nasional, di Stadion Maguwoharjo, Yogyakarta. Agenda ini, dihadiri oleh KH. Abdul Ghaffar Rozien, M.Ed (Ketua PP RMI-NU), Hakim Jaily (Direktur TV9) dan Hasan Chabibie (Pustekkom Kemdikbud). Gus Rozien, Ketua PP RMI NU, menyampaikan, santri harus mengejar ketertinggalan dalam dakwah media sosial. "Meski terlambat, kita harus bekerja keras dan cepat mengejarnya.

Untuk itu, mari kita banjiri konten-konten positif dan inspiratif, dari dunia pesantren, di media sosial," ungkap Gus Rozin. Ketua PP RMI dan pengasuh Pesantren Maslakul Huda Pati Jawa Tengah ini, mengungkap bahwa media sosial menjadi media strategis untuk pengembangan dakwah. Dalam hal ini, santri-santri harus kreatif memproduksi konten. 

"RMI siap mendukung program kreatif ini," terangnya. Media sosial juga menjadi platform strategis. "Kelebihan media digital sekarang adalah konvergensi, keterkaitan antar platform media sosial. Jadi, para santri bisa memproduksi konten pada multi media sosial," ungkap Hasan Chabibie, dari Pustekkom Kementrian Pendidikan Kebudayaan (Kemdikbud). Hasan juga menyampaikan tentang wajah agama di media sosial. "Pesantren sudah saatnya menjadi solusi atas krisis radikalisme agama," jelas Hasan. 

Direktur TV9, Hakim Jaily menyampaikan konfigurasi media mainstream dan media sosial. "Pesantren pada posisi mana? Kita perlu memilih dalam bermedia, sebagai produsen atau konsumen?," jelas Hakim. Ia menyampaikan, betapa komunitas santri yang jumlahnya besar, dapat berperan memproduksi konten-konten dakwah yang kreatif dan inspiratif. 

Pada worskhop Videotren kali ini, juga diumumkan pemenang lomba Videotren. Juara I, pesantren Al-Munawwir Krapyak, dengan video "Santri Ndalem". Lalu, Juara II Pesantren Tebu Ireng, dan Juara III Sunan Drajat Lamongan, serta Ma'had Ali UIN Malang sebagai Juara Favorit (*).

Thursday, October 13, 2016

PGRI: Bagaimana Mungkin Kemendikbud Era Anies Baswedan Salah Hitung Tunjangan Guru hingga Rp 23,3 T?




alirantransparan.blogspot.co.id - Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasidi mengapresiasi langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang berencana memangkas tunjangan profesi guru sebesar Rp 23,4 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. 

Dia memahami bahwa potongan dana tersebut merupakan hasil peninjauan ulang yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

"Yang dipotong itu adalah kelebihan anggaran yang mangkrak akibat kesalahan perencanaan yang tidak tepat," ujar Unifah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (26/8). 

Menurut dia, kesalahan perhitungan ini juga berakibat pada lebihnya dana tunjangan profesi guru. Kerenanya dia mempertanyakan mengapa Kementerian Pendidikan era Anies Baswedan bisa mendapatkan anggaran yang nyatanya malah over budget tersebut. 

"Kami malah mempertanyakan bagaimana mungkin pengelola guru bisa salah menghitung anggaran tunjangan profesi guru yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dibayarkan? kata dia. 

Unifah menyebut, potongan dana oleh Menkeu menunjukkan adanya politik anggaran yang sengaja dikembangkan. Guru dianggap menghabiskan anggaran negara dengan sangat besar. Padahal jumlah penerima tunjangan proresi guru adalah 1,2 juta guru dari total 2,2 juta guru. 

Artinya setengah dari guru yang baru mendapatkan tunjangan profesi guru. Setengahnya belum disertifikasi dan ini harus dikoreksi, kasihan Pak Mendikbud Muhajir Effendy baru jika diberikan data yang salah," pungkasnya.  

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk menunda pengucuran dana transfer ke daerah pada APBNP 2016 sebesar Rp 72,9 triliun. 

Dari jumlah tersebut, Rp 23,4 triliun merupakan dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia yang merupakan dana transfer khusus (DTK). 

Penundaan pengucuran tunjangan profesi guru dilakukan setelah Kemenkeu melakukan penelusuran anggaran atas dana transfer ke daerah tahun anggaran 2016. 

Seperti diketahui, pemerintah sedang melakukan penghematan besar-besaran untuk mencegah melebarnya defisit dana anggaran APBN-P 2016. 

Pada APBNP 2016, total dana anggaran tunjangan profesi guru sebesar Rp 69,7 triliun. Namun, setelah ditelusuri, Rp 23,4 triliun merupakan dana yang over budget atau berlebih. Sebab, dana anggaran guru yang tersertifikasi ternyata tidak sebanyak itu.(jawapos.com)

Saturday, October 8, 2016

UNIRA Malang Kembangkan Kampus sebagai Media Diplomasi Internasional MALANG


Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang mengembangkan universitas sebagai media diplomasi internasional.


alirantransparan.blogspot.co.id - Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang mengembangkan universitas sebagai media diplomasi internasional. Hal ini dilakukan, agar mahasiswa dapat memahami kondisi ekonomi-politik global dan menjadi agen dari misi pendidikan Indonesia. 

Misi ini tercermin, dalam Ambassador Lecture "Comprehensive Interactive an Efficient Approach for ASEAN-China Economically and Socially Integration", di Auditorium Unira, Malang, pada Sabtu, 07 Oktober 2016. Agenda ini, dihadiri oleh Tim Young (Executive Board of Jakarta Foreign Correspondents Club and Chief of Correspondent of CED ASEAN Bureau). Dalam agenda ini, Rektor UNIRA, Hasan Abadi, M.AP mengungkapkan bahwa pimpinan kampus berusaha mendorong UNIRA sebagai universitas yang berjejaring di level internasional dan menjadi media diplomasi. 

"Kami ingin agar UNIRA berjejaring tidak hanya di level nasional, namun juga internasional. Dengan kedutaan China, kami sedang menjalin kerjasama tentang pengembangan masyarakat, di antaranya Green Technology dan peningkatan SDM perempuan desa," terang Hasan Abadi, yang juga Ketua Pengurus Cabang GP Ansor Kabupaten Malang. Tim Young, dalam forum Ambassador Lecture, mengungkapkan bahwa Indonesia dan China harus bersama-sama mengembangkan potensinya. 

"Hubungan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan China perlu diintensifkan lagi, tidak hanya dalam politik dan ekonomi, namun juga dalam pendidikan, kebudayaan dan dimensi sosial," terang Tim Young, yang menjadi Executive Board Member of Jakarta Foreign Correspondent Club. 

Dalam analisanya, Tim Young berharap generasi muda, khususnya akademisi UNIRA Malang, memahami peta diplomasi global, sekaligus berperan aktif dalam perbaikan bangsa. "Saya harap, dengan kerjasama antara Pemerintah dan beberapa lembaga China dengan kampus UNIRA, akan terbentuk kesepahaman dalam pemberdayaan masyarakat serta pengembangan ekonomi di antara kedua negara," ungkap Tim. 

Ia berharap, kerjasama China dan Indonesia dalam pengembangan infrastruktur, khususnya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat terealisasi dengan maksimal. "Kami berjanji dengan Presiden Joko Widodo agar proyek ini selesai sebelum tahun 2019.

Jadi, kami berharap dukungan dari semua pihak agar dapat bekerja efektif," jelas Tim Young. Agenda Ambassador Lecture merupakan kerjasama antara Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS) UNIRA dengan Economic Daily-JFCC, untuk peningkatan pemberdayaan masyarakat dan diplomasi internasional. Saat ini, UNIRA dan beberapa lembaga dari China sedang menjalin kerjasama dalam pengembangan riset dan pemberdayaan (Penulis: Muiz).

Tuesday, September 27, 2016

Anies Kritik Soal Kualitas Pendidikan Jakarta, Begini Jawaban Cerdas Ahok




Indohealinenews.com - Seakan membalas kritik Anies, Ahok sempat menyinggung perbandingan pendidikan antara Jakarta dengan Yogyakarta.

Hal itu disampaikannya saat berdialog dengan warga Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016).

Ahok berpendapat, masalah pendidikan di Jakarta kompleks. Sehingga, perbandingannya tak bisa hanya pada satu permasalahan.

Bicara kualitas guru, Ahok mengakui guru di Jakarta kalah kualitasnya dengan Yogyakarta.
Tapi, bila perbandingannya anak-anak putus sekolah pada tingkat Sekolah Menengah Atas, persentase di Yogyakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jakarta.

Sebab, program Kartu Jakarta Pintar yang dianggarkan Rp 2,5 triliun tahun ini, berjalan baik. "Guru-guru Jogja bagus dan baik, Jakarta kalah. Tapi, putus sekolah yang SMA di Jogja itu 13 persen, di Jakarta 0,4 persen karena KJP kita jalan," ujar Ahok di depan puluhan warga Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016).

Usai berdialog dengan warga, Ahok kembali ditanyakan soal kualitas pendidikan di Jakarta. Dia menjelaskan, perbandingan di bidang pendidikan bisa banyak hal. Semisal dari guru, angka anak putus sekolah, juga biaya pendidikan.

"Anda mau nilai dari mana? Kalau Jakarta pasti kalah sama Jogja, betul. Gurunya kalah, mentalnya. Tapi, kalau prestasi juaranya, wah Jakarta lebih banyak," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.

Permasalahan di bidang pendidikan, ucap Ahok, begitu kompleks. Satu diantara masalah pendidikan di Jakarta adalah pembangunan gedung. Perbaikan beberapa gedung sekolah di Jakarta tahun ini batal. Dari 83 sekolah yang mau direnovasi, hanya 38 sekolah yang jalan.

"Sekolah negeri agak kacau Jakarta karena sekolahnya berjumlah 2000-an. Pembangunannya kacau, banyak kontraktor abal-abal," imbuh Ahok.

Sebelumnya, Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyoroti masih rendahnya mutu pendidikan di Jakarta. Padahal anggaran pendidikan di DKI sangatlah besar, di mana satu siswa mendapatkan anggaran mencapai Rp 6 juta pertahun.

Anies mengatakan, pengelolaan pendidikan di Jakarta masih belum maksimal. Terbukti dengan masih kalahnya kualitas pendidikan Ibu Kota dengan Yogyakarta yang notabenenya anggarannya lebih rendah.

"DKI beri subsidi pendidikan 6 juta per anak, Jogjakarta hanya 500 ribu, tapi pendidikannya lebih maju," katanya di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat, Sabtu (24/9).

Mantan Rektor Paramadina ini mengungkapkan, pengelolaan pendidikan di Jakarta tidak hanya mengacu terhadap pembangunan fisik. Namun, nilai-nilai non-fisik seperti budaya juga harus tumbuh secara simultan dengan adanya infrastruktur.

"Kita ingin Jakarta harus sama dengan kota Metropolitan dunia, hari ini belum terjadi," tegasnya.

Anies menambahkan, akan kembali menerapkan keharusan orang tua mengantarkan anak ke sekolah. Tentu ini akan direaliasasikan jika dirinya mendapat kepercayaan sebagai pemimpim Pemprov DKI Jakarta.

"Para ibu antarkan anak ke sekolah. Guru baik. Kita ini menuju Jakarta lebih baik," tutup mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta menganggarkan dalam APBD DKI 2016 sebesar Rp 2,5 triliun untuk Kartu Jakarta Pintar (KJP). Di mana program peninggalan Joko Widodo ini masih terus dilanjutkan oleh Ahok saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. (tribunnews & merdeka)

Saturday, September 24, 2016

Semangat dan Kekuatan Santri dalam Perubahan Sosial, Santri Harus Jadi Penggerak Masyarakat




alirantransparan.blogspot.co.id - Kalau kita kaya wawasan, tidak akan gumunan atau kagetan. Itulah salah satu ciri santri yang diutarakan oleh Nur Said, M. Ag dalam bedah buku Santri Membaca Zaman yang diselenggarakan oleh PC IPNU Pati di aula Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA), Pati, Sabtu (24/09/2016) pagi.

Diskusi bedah buku dalam rangka memperingati 1000 hari wafatnya KH Sahal Mahfudz tersebut menghadirkan KH Abdul Ghoffar Rozin (Rektor IPMAFA), H. Nur Said, M.Ag (Penulis buku), Hasan Habibie, S.T, MSi (Pustekkom Kemendikbud RI) dan A. Dimyati, M. Ag.

Dalam diskusi ihwal konten buku, Nur Said sebagai penulis menjelaskan singkat latar belakang terbitnya buku yang ditulis keroyokan 25 penulis alumni Madarasah Tsyawiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus  itu.  �Hanya lewat whatsapp, dalam waktu sekitar 2 minggu terkumpul 25 tulisan, langsung edit, layout dan terbit,� terang Said.

Ia juga menyebut bahwa hadirnya buku yang dibidani oleh SantriMenara.Com tersebut memberikan efek akademis dan intelektual bagi kalangan pesantren karena dengan buku, akan hadir dunia pembaca, ruang diskusi dan dinamika pemikiran. �Adanya buku, melahirkan ruang diskusi bahkan sampai kapanpun,� katanya.

Intinya, dalam buku yang dilaunching berberengan dengan Ngaji Bareng Masyayikh Madrasah TBS beberapa waktu lalu itu berisi kegelisahan para penulis santri atas apa yang mereka lihat pasca mondok dan boyong dari pesantren.

Diungkapan oleh Said, buku Santri Membaca Zaman adalah ruang para santri melakukan counter culture kepada paham-paham ideologis Islam puritan dan radikal yang selama ini sering mengganggu muslimin ahlus sunnah wal jama�ah.

�Teman-teman yang menulis ternyata sudah mulai prihatin batas gerakan wahabi yang puritan dan radikal,� ungkap Said. Buku yang dibedah itu, lanjutnya, adalah bagian cara para santri memperteguh semangat dan kekuatan santri.

�Tidak ada motivasi apa-apa, hanya ungkapan cinta kepada masyayikh dan semangat iqra� dalam momentum harlah madrasah kemarin,� tambah Said. Nampak dalam buku ini, ujarnya, ciri-ciri santri, antara lain �santri itu teguh memegang akidah aswaja, toleran, dan kaya sudut pandang,� tandasnya di forum.

Keterangan tentang sejarah terbitnya buku tersebut ditanggapai positif oleh reviewer buku pertama, yakni Hasan Chabibie. Mantan Ketua IPNU Jawa Tengah ini berharap buku terbitan para Santri Menara ini paling tidak bisa menyumbang peningkatan literasi masyarakat kita yang masih lemah, peringkat ke 60 dari negara-negara yang disurvei. �Masyarakat kita sering tidak lengkap membaca konflik,� jelas Hasan.

Ia juga mengingatkan kalau literasi teknologi komunikasi dan informasi dunia santri dan pesantren saat ini sudah bergerak luar biasa sejak 10 tahun. �Orang mulai bangga memposting foto-foto di pesantren. Orang mulai bangga mempublikasi nadzom-nadzom yang dibaca di bilik-bilik kecil di pesantren,� terang Hasan berharap buku Santri Membaca Zaman bisa meneguhkan kebanggaan identitas santri seperti bangganya pemilik akun instagram santri memposting kegiatan mereka di pondok pesantren.

Meski begitu, A Dimyati, M.Ag, Rektor 1 IPMAFA yang menjadi pengulas kedua menyebut bahwa judul buku yang lebih pas adalah �Santri di Pusaran Zaman.� Alasannya, para santri di buku tersebut gelisah atas apa yang ia baca dan ditafsirkan setelah jadi alumni pondok. Itu kritik pertama dari Dimyati.

Menurut Dimyati, santri selama ini mengalami kesenjangan dengan realitas. Seakan-akan santri terpisah dari dunia nyata. Ia juga mengkritik cara berpikir santri yang mudah menerima tanpa kritis karena kagetan dan mudah kagum.

Selain itu, kesenjangan ekonomi ternyata tidak membuat santri gelisah dan bergerak secara makro dan tersistem. Sistem ekonomi yang menindas pada kenyataannya memang tidak membuat para santri merasa terancam.

Ini karena di kalangan para santri masih belum ada kesadaran massif untuk melakukan perubahan sosial. Padahal, dalam sejarahnya, santri zaman dulu adalah penggerak masyarakat sehingga menjadi berdaya.

�Santri itu tidak cukup hanya pintar, sholih dan jadug. Santri juga harus ada yang punya kemampuan untuk mengorganisir, mengonsolidasi untuk menggerakkan masyarakat,� kata Dimyati.

�Terus santri itu tugasnya apa sih sebetulnya, kok semuanya kayaknya dibebankan kepada santri semua seperti di buku ini?� tanya Gus Rozin, reviewer terakhir dari buku yang disebut Dimyati sebagai otokritik dari alumni kepada santri, pesantren  dan sistem pendidikan di dalamnya itu. Duh. Berat juga jadi santri. (smc)