Latest News

Showing posts with label Buta Politik. Show all posts
Showing posts with label Buta Politik. Show all posts

Friday, October 12, 2018

Radikalisme: Antara Suriah dan Indonesia



Fakta dibalik #2019Gantipresiden

Berikut tulisan kesaksian dari Sekjen Ikatan  Alumni Suriah-Indonesia (ALSYAMI), Gus Najih Ramadhan yang pernah jadi korban perang Suriah karena harus evakuasi pulang sebelum masa kuliah yang semestinya masih berlangsung, dimuat di detik.com.

Bacalah dengan hati yang jujur (inshof), wahai Saudaraku sebangsa dan seiman..!!

Bila Anda sepakat dgn kami untuk bersama menghadang narasi radikalisme dan pemerkosaan idiom idiom agama untuk pelacuran politik maka bantu kami  menyebarkannya...

*********
Jumat 31 Agustus 2018, 11:20 WIB

Radikalisme: Antara Suriah dan Indonesia
Kolom: M. Najih Arromadoni

Krisis politik dan kemanusiaan yang bermula sejak 2011 telah meluluhlantakkan banyak negara Timur Tengah, seperti Libya, Tunisia, Yaman, dan Suriah.

Gerakan propaganda kelompok radikal yg mengatasnamakan revolusi (thaurah) ini sudah berkepanjangan dan gagal memenuhi janji-janji manisnya, berupa keadilan dan kesejahteraan.

Gerakan yang dimotori kelompok-kelompok pro-kekerasan ini memang awalnya memikat, karena dibungkus dan disembunyikan di balik kedok-kedok retorika keagamaan.

Media Barat sampai menyebut gerakan mereka sebagai Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi' al-'Arabi), digambarkan sebagai proses demokratisasi, berlawanan dgn kenyataan yg kemudian tampak, yaitu islamisasi versi khilafah atau khilafatisasi.

Berdirilah kemudian khilafah di Suriah, Irak, dan Libya.

Ikhwanul Muslimin saat itu memenangkan pemilu di Mesir dan Tunisia.

Demi kepentingan sesaat dan ketika sudah terdesak, mereka memang gemar menggunakan slogan-slogan demokrasi, semisal mereka akan mengerek tinggi-tinggi panji kebebasan ketika perbuatan melanggar hukum mereka ditindak, karena yg sedang dilakukan oleh mereka sejatinya adalah membajak demokrasi.

Sejak awal mereka meyakini bahwa demokrasi adalah produk kafir, maka kapan saja ada waktu mereka akan menggerusnya.

Keberhasilan kelompok radikal dalam membabakbelurkan Timur Tengah menginspirasi kelompok radikal di berbagai belahan dunia lain.

Jejaring mereka semakin aktif di Asia, Eropa, Afrika, Amerika sampai Australia, berusaha memperluas kekacauan ke berbagai wilayah, dengan harapan bisa mewujudkan cita-cita utopis mereka; mendirikan khilafah di seluruh muka bumi.

Wacana Syrianisasi kemudian sampai ke Indonesia, semakin ramai disuarakan pada tahun-tahun belakangan, paling tidak mulai tahun 2016.

Banyak pihak mensinyalir ada gerakan-gerakan yang berusaha menjadikan Indonesia jatuh ke dalam krisis sebagaimana yang menimpa Suriah.

Fakta-fakta kemudian bermunculan; banyak pola krisis Suriah yang disalin oleh kelompok radikal, menjadi sebuah gerakan-gerakan di Indonesia.

Jaringan-jaringan kelompok radikal di Indonesia juga semakin terang-terangan terkoneksi dgn aktor-aktor krisis Suriah.

Sebagai contoh Indonesian Humanitarian Relief (IHR) lembaga kemanusiaan yg dipimpin seorang ustaz berinisial BN, yang logistiknya digunakan untuk mendukung Jaysh al-Islam, salah satu kelompok teroris di Suriah.

Pola men-Suriah-kan Indonesia setidaknya tampak dalam beberapa pergerakan berikut;

Pertama, politisasi agama

Indikasi menguatnya penggunaan kedok agama demi kepentingan kekuasaan, sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, diantaranya adalah penggunaan masjid sebagai markas keberangkatan demonstran.

Jika di Damaskus masjid besarnya Jami' Umawi, maka di Jakarta Masjid Istiqlal.

Adakah yang pernah menghitung, berapa kali Masjid Istiqlal diduduki pelaku berangkat demonstrasi?

Pelaksanaannya pun kebanyakan di hari Jumat seusai waktu Salat Jumat, didahului dengan hujatan politik di mimbar kotbah, sehingga mengelabui pandangan masyarakat terhadap agama yg sakral dan politik yg profan.

Persis dengan apa yang pernah terjadi di Suriah menjelang krisis.

Masjid pun berubah menjadi tempat yang tidak nyaman, gerah, dan tidak lagi menjadi tempat 'berteduh'.

Hari Jumat, yang semestinya menjadi hari ibadah mulia, berubah menjadi hari-hari politik dan kecemasan, atas kekhawatiran terjadinya chaos.

Muncul kemudian istilah "Jumat Kemarahan" sebagai ajakan meluapkan kemarahan di hari Jumat --bukankah itu hanya terjemahan dari "Jumat al-Ghadab" yang pernah menjadi slogan politik pemberontak Suriah, diserukan oleh Yusuf al-Qardhawi, tokoh Ikhwanul Muslimin?

Kedua, menghilangkan kepercayaan kepada pemerintah.

Dilakukan dengan terus-menerus menebar fitnah murahan terhadap pemerintah.

Sesekali presiden Suriah Basyar al-Assad dituduh Syiah, sesekali dituduh kafir, dan pembantai Sunni.

Kelompok makar bahkan menghembuskan isu bhw al-Assad mengaku Tuhan, disebarkanlah foto bergambar poster al-Assad dengan beberapa orang sujud di atasnya.

Dalam konteks Indonesia, Anda bisa mengingat-ingat sendiri, presiden Indonesia pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, mengkriminalisasi ulama, dan sederet fitnah lainnya.

Tidak usah heran dengan fitnah-fitnah tersebut, yang muncul dari kelompok yang merasa paling 'Islam', karena bagi mereka barangkali fitnah adalah bagian dari jihad yang misinya mulia, dan ciri universal pengikut Khawarij adalah mengkafirkan pemerintah.

Ketiga, pembunuhan karakter ulama.

Dalam proses menghadapi krisis, ulama yg benar-benar ulama tdk lepas dari panah fitnah, bahkan yang sekaliber Syeikh Sa'id Ramadhan al-Buthi, yang pengajiannya bertebaran di berbagai saluran televisi Timur Tengah, kitabnya mengisi rak-rak perpustakaan kampus-kampus dunia Islam, dan fatwa-fatwanya menjadi rujukan.

Begitu berseberangan pandangan politik dgn mereka, seketika dituduh sebagai penjilat istana dan Syiah (padahal beliau adalah pejuang Aswaja yang getol), hingga berujung pada syahidnya beliau bersama sekitar 45 muridnya di masjid al-Iman Damaskus, pada saat pengajian tafsir.

Beliau dibom karena pandangan politik kebangsaannya yang tidak sama dengan kelompok pembom bunuh diri.

Jika demikian yang terjadi di Suriah, kira-kira Anda paham kan dengan apa yang sedang dan akan terjadi di Indonesia?

Kenapa Buya Syafi'i Ma'arif dianggap liberal, KH. Mustofa Bisri juga dianggap liberal, Prof Quraish Syihab dituduh Syiah, Prof Said Aqil Siraj juga dituduh Syiah, bahkan KH. Ma'ruf Amin atau TGB Zainul Majdi yang pernah dijunjung-junjung oleh mereka, kini harus menanggung hujaman-hujaman fitnah dari kelompok yang sama, ketika propaganda politiknya tidak dituruti?

Setelah ulama yg hakiki, mempunyai kapasitas keilmuan yg cukup, mereka bunuh karakternya, maka mereka memunculkan ustaz-ustazah dadakan yg punya kapasitas entertainer yg hanya mampu berakting layaknya ulama.

Keempat, meruntuhkan sistem dan pelaksana sistem negara.

Misi utama kelompok radikal adalah meruntuhkan sistem yang ada, dan menggantinya dengan sistem yang ideal menurut mereka, yaitu khilafah atau negara yang secara formalitas syariah, meski substansinya tidak menyentuh syariah sama sekali.

Khilafah bagi mereka layaknya 'lampu ajaib' yang bisa memberi apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja.

Itu karena tidak sadar bahwa berbagai kelompok saling membunuh dan berperang di Timur Tengah karena sedang berebut mendirikan khilafah, dan ujung-ujungnya adalah kebinasaan.

Saat kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan sistem dan pelaksana negara, mereka mengkampanyekan slogan al-sha'b yurid isqat al-nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar).

Slogan dengan fungsi yang sama di'copy paste' oleh jaringan mereka di Indonesia; maka, jadilah gerakan dengan tagar '2019 Ganti Presiden!'

Syrianisasi (jelas) sudah digulirkan di negara kita.

Pola-pola yang sama ketika kelompok radikal menghancurkan Suriah sedang disalin untuk menghancurkan negara kita.

Bedanya Suriah sudah merasakan penyesalan dan ingin rekonsiliasi, merambah jalan panjang untuk membangun kembali negara mereka. Sedangkan, kita baru saja mulai...

Jika kita tidak berusaha keras menghadang upaya mereka, maka arah jalan Indonesia menjadi 'Suriah kedua' hanya persoalan waktu saja...

Semoga itu tidak pernah terjadi di negaraku Indonesia. Bersatulah bangsaku. Buatlah filter , supaya kita tidak mudah diadu-domba.

Tulisan: M. Najih Arromadoni alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus dan Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami)
(mmu/mmu)

Tuesday, September 11, 2018

Gw kasih tau ama elo ya biar rada pinteran sedikit.

Janji Kampanye
( Postingan dumai anak milenial )
Temen gw bilang kalo wowok jadi presiden, harga harga bakalan pada murah. Gw mo ngakak ngeliat muka mereka kaya habis mabok lem aibon. Gimana engga ngakak.? Emangnya wowok pedagang bisa menentukan harga murah? Emangnya sandi pedagang bisa menentukan barang murah. Kenapa? harga naik turun itu yang tentukan pasar, bukan presiden. Gw kasih tau ama elo ya biar rada pinteran sedikit. Harga naik karena faktor permintaan dan penawaran. Kalo Permintaan tinggi penawaran rendah nah harga akan naek. Orang akan terpacu berproduksi bila harga naek lebih cepat daripada upah. Mengapa ? Ya motif produksi kan harus mencari laba sebesar mungkin. Semua pemerintah didunia modern paham ini.
Selagi upah terus naek , harga kagak bakalan turun. Ini teori inflasi. Nah elo nanya kalau gitu, dimana fungsi pemerintah ? tugas pemerintah mengendalikan harga bukan menentukan harga. Cara kendaliinnya ya lewat inflasi. Kalau inflasi kegedean orang males belanja. Sebaliknya kalau inflasi terlalu rendah juga orang males produksi. Nah tugas negara ngatur biar inflasi engga ketinggian tetapi juga engga kerendahan. Orang bisa belanja, produsen bisa buat barang untuk jualan. Barang selalu ada dipasar. Pembeli akan selalu ada dipasar. Selagi keadaan ini dijaga maka aktifitas perdagangan akan terus ada, ekonomi bergerak. Yang rajin dan kreatif dapat untung. Yang malses dan bego ya rugi. Ini hukum alam.
Lapangan kerja? semua capres punya tugas dari UU untuk ciptain lapangan kerjaan. Siapapun yang menang itu udah tugas dia. Tapi bukan nyediain kerjaan menurut elo mau. Elo yang harus ngikuti kerjaan. Kerjaan yang sesuai skill elo. Nah kalo elo kagak ada skill, cuma ada ijazah doang , tapi pengen gaji gede, mending elo buruan cuci muka. Bangun cing!. Jangan kelamaan tidurnya. Engga baek jadi orang males tapi kegedean mimpinnya. Gwa saran, elo harus ada kemaun belajar keras untuk tingkatkan skill elo dan terus mencari peluang apa aja yang bisa ngasilin duit. Kagak ada kerjaan yang cocok, ya ketemu sungai, elo ngojek rakit. Ketemu laut, elo mancing. Ketemu tanah, elo betani. Ketemu pasar ,elo dagang. Yang jelas disetiap sudut bumi ada peluang. Itu kalau elo percaya Tuhan. Paham elo.!
Didunia ini hanya ada dua negara yang jamin elo dapat kerjaan dan jamin segala murah karena subsidi. Mo tahu eloe ? satu, korea utara. Presiden gila jaim dan paranoid. Semua orang pasti dapat kerjaan. Ya, harus kerja. Engga kerja nyawa elo melayang. Gaji sesuka negara kasih elo. Elo engga bisa bebas belanja sesuka elo? Apapun di jatah. Protes ? salah ngomong dibazoka sama serdadu? Kedua, Venezuela, apapun murah tapi barang kagak ada. Gaji gede tapi hanya cukup beli popok bayi ama emi semangkok. Duit jadi sampah dan lebih murah dari tissue toilet. Kalau elo percaya dengan janji capres bakalan nurunin harga, itu kebangetan begonya. Lebih bego dibandingkan rakyat korea utara dan Venezuela.
*Generasi kita, generasi milienial. Jangan kayak ortu kita yang gampang dibegoin ama presiden mantan serdadu, yang modalnya bedil tapi otak kosong. Selama dia berkuasa , kerjaannya KKN, bikin kaya keluarga dan kroninya. Dan Ortu elo cuma kebagian dikit. Ampe sekarang terus aja ngeluh. Kalau gw pilih Jokowi karena gwa engga mau dibegoin dengan janji yang engga masuk akal. Mending tuh om wowok dan sandi , buat program yang masuk akal aja. Contoh gimana caranya dia jaga inflasi dan tingkatkan produksi? gw mau denger. Apa lebih hebat dari Jokowi? Kalo hanya janji harga murah dan sediain lapangan kerja, tapi engga tahu gimana caranya, ya kampret juga bisa.

https://www.facebook.com/abarus/posts/10214973728009748?__tn__=K-R

Thursday, June 28, 2018

Buta yang terburuk adalah buta politik



SETIAP WARGA HARUS MELEK POLITIK

Nasehat Pericles mungkin jadi akan terasa getir, “Hanya karena Anda tidak meng ambil minat dalam politik, tidak berarti politik tidak akan mengambil minat pada Anda,…"

Dan dalam praksis politik, tidak penting beda antara tidak berfikir, diam saja, atau pura-pura tak mendengar, berlagak netral dan sok filosofis. Dalam konsep one man one vote, ketidakhadiran adalah nihil.

Maka mereka yang mendiamkan, adalah mempercayai, atau setidaknya meloloskan politikus buruk lewat di depan hidung, Dan itu menyedihkan.

Dan setelahnya mereka terkejut, mereka berkuasa, tanpa persetujuan kita, dan mereka akan menentukan masa depan atau hajat hidup kita?.

Disitulah kita percaya omongan getir Will Rogers, Pelawak Politik. Bahwa politik itu mahal, bahkan untuk kalahpun kita harus mengeluarkan banyak uang.

Biaya itulah yang kemudian kita tanggung, sebagai rakyat. Kita akan terkena imbasnya, bahkan sampai pada anak-cucu...jika buruk pemimpin yg kita pilih maka 5 tahun lamanya penderitaan yg kita alami sampai menunggu pemilihan pemimpin berikutnya

Celakanya, “Salah satu hukuman karena menolak untuk berpartisipasi dalam politik," kata Plato, "adalah bahwa Anda berakhir diperintah oleh bawahan Anda.” Siapa bawahan Anda? Yaitu orang-orang yg tidak memiliki kompetensi dan tidak memiliki integritas.

Berthold Brecht (1898 – 1956), seorang penyair Jerman, yang juga dramawan, sutradara teater nasehatnya penting kita renungkan; 

"Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional yang menguras kekayaan negeri."