Monday, October 3, 2016

Andai Kali Ciliwung Bisa Bicara, Pasti Akan Mengeluh dan Merasa Dipolitisir

 
Kali Ciliwung sebelum di normalisasi


alirantransparan.blogspot.co.id - Hingga tahun 1960-an, kali Ciliwung itu masih bersih airnya. Tapi ketika penduduknya makin padat oleh kaum urban, mulailah Ciliwung menghitam. Kaum urban yang kalah bersaing dalam perebutan ekonomi, nekat mereklamasi kali Ciliwung untuk hunian.

Maka andaikan kali ini bisa bicara, dia akan bilang: capek deh! Sebab kali Ciliwung kini ditarik-tarik pula ke politik, menjadi penyebab �berantem� pula antara Gubernur dengan rakyatnya, termasuk sejarawan dan LSM.

Tahun 1960 penduduk Jakarta belum sampai 3 juta. Penataan kota pun belum dilakukan secara serius, sehingga Jakarta yang menjadi ibukota negara itu sering disebut kampung besar. Baru setelah Ali Sadikin ditunjuk Presiden Sukarno sebagai Gubernur DCI (Daerah Chusus Ibukota), Jakarta menunjukkan perubahan yang pesat.

Pesatnya pembangunan di Jakarta, memperluas lapangan kerja pula. Orang daerah pun semakin deras memasuki ibukota, lengkap dengan membawa karakter mereka dari kampung. Pemukiman makin padat, dan 13 kali yang membelah ibukota mulai menghitam.

Ciliwung yang tahun 1975-an masih bisa untuk mandi, mencuci dan angon bebek, tahun 1980-an sudah tidak bisa lagi.

Mereka yang kalah dalam berebut rejeki di Ibukota, memilih tinggal di pinggir kali. Kali Ciliwung pun direklamasi, sehingga kelebarannya yang semula 60 meter banyak yang tinggal 3-5 meter. Mulailah banjir menjadi tradisi setiap tahun, tapi Pemprov belum berfikir untuk menyingkirkan penduduk tanggul kali itu.

Kali Ciliwung sedang dalam proses pengerjaan  normalisasi


Baru di masa Gubernur Ahok penduduk tanggul kali �perang� dengan Pemda, karena mereka tak mau direlokasi. Mulailah Ciliwung jadi medan politik, di mana sejarawan, LSM, Komnas HAM menyerang kebijakan Ahok yang tidak pro rakyat.

Maka jika kali Ciliwung bisa ngomong, dia pasti mengeluh berkepanjangan. Begitu berat beban yang ditanggung. Kali mestinya untuk lintasan air menuju laut, dipenuhi pula oleh sampah rumahtangga dan industri. 

Tapi ketika kali dinormalisasi dan nampak bersih, dipolitisir bahwa itu yang memulai gubernur sebelum Jokowi-Ahok, bukan Ahok. Biarkan sejarah �dibelokkan�, yang jelas bahasanya Wagub Djarot: becik ketitik ala ketara. � (poskotanews.com/gunarso ts)


No comments:

Post a Comment