Latest News

Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Friday, October 28, 2016

Memanas!! Ruhut Beberkan Dosa-dosa Roy Suryo, Salah Satunya Sindir Roy Bawa Aset Negara




alirantransparan.blogspot.co.id - �Dosa-dosa� wakil ketua umum, Roy Suryo dikuliti satu persatu oleh rekan separtainya Ruhut Sitompul.

Menurut Ruhut, sosok Roy Suryo sebenarnya tak pantas untuk dijadikan narasumber berita.

�Kalau Roy Suryo menjadi narasumber wartawan, itu manusia aku nggak tau apa masih ada mukanya,� sebut Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/10).

Ruhut mengatakan, Roy mestinya malu untuk tampil di media.


Sebab, pria asal Yogyakarta itu pernah berkali-kali melakukan hal memalukan.

Salah satunya terkait ribut-tibut urusan kursi penumpang di pesawat Lion Air pada 2011.


Bahkan Roy gagal menjadi anggota legislatif dari dapil DIY pada 2014 lalu.

Padahal, dia mendapat nomor urut 1.

�Belum lagi Roy, pertanggungjawaban yang Menpora. Era Pak Joko Widodo, aset-aset rumah dinas dikembalikan,� sebut dia.

Karenanya Ruhut pun hanya tertawa setiap membaca pernyataan Roy di media.

�Aku terpaksa tertawa termehek-mehek. Seperti kodok Pak Jokowi di Istana Bogor,� pungkas legislator asal Medan itu.

Sebelumnya, sejumlah awak media menanyai Roy Suryo terkait kepastian resmi PD memecat Ruhut Sitompul.

Khususnya untuk menanyakan keputusan Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono.


Roy mengatakan, rekomendasi Komisi Pengawas PD sudah ditindak lanjuti oleh Dewan Kehormatan dan hanya tinggal menunggu ditandatangani SBY selaku ketua umum, serta Hinca Panjaitan selaku sekretaris jenderal.

Mantan Menpora itu meyakini SBY dan Hinca akan menandatangani keputusan pemecatan Ruhut dari PD.

�Cuma Pak Ketum itu kan arif dan bijaksana. Jadi ya tinggal nunggu momentum yang pas dan tepat saja,� pungkasnya

Dia mengaku bersyukur atas pemecatan tersebut.

"Singkat saja mas, alhamdulillah, KomWas dan WanHor DPP PD sudah melaksanakan tugas sesuai proporsinya, terarah dan terukur," katanya kepada wartawan, Kamis (27/10).

Dengan dipecatnya Ruhut dan Hayono, Roy mengaku bisa lebih memfokuskan perhatian mereka ke Tim Pemenangan Agus-Silvy.

"Dengan demikian Kami bisa lebih Fokus ke Tim Pemenangan Mas Agus-Mpok Sylvi bersama PPP, PAN, PKB dan Relawan," tukasnya.(Jpnn & rmol.co)

Wednesday, October 26, 2016

Klarifikasi Buya Syafii di Acara ILC: Hargailah Perbedaan. Jangan Seret Nama Tuhan untuk Urusan Politik




alirantransparan.blogspot.co.id - Presiden Lawyers Club Karni Ilyas pada 11 Oktober 2016 mengundang saya untuk beri komentar tentang heboh pernyataan Ahok yang dituduh menista ayat 51 surat al-Maidah saat kunjungan ke Pulau Seribu. Dari studio TV One Yogyakarta malam itu undangan itu saya penuhi. Sempat kesal sebentar karena tidak bisa segera berkomunikasi dengan Bung Karni lantaran audio-visualnya rewel. Nyaris saja saya mau pulang. Kemudian pulih kembali, tetapi saya tidak sempat mengikuti pendapat-pendapat keras yang ingin memperkarakan Ahok, sekalipun yang bersangkutan sudah minta maaf jika telah menyinggung perasaan sementara umat Islam.

Tuturan saya malam itu yang berbunyi �Ahok bukan orang jahat� ternyata telah menuai kutukan beruntun terhadap saya dari berbagai pihak, khususnya di dunia maya. Saya langsung dituduh membela Ahok. Kutukan itu umumnya sangat kasar dan biadab, termasuk dari mereka yang mengaku dari kalangan Muhammadiyah dan warga Minang. Tetapi yang membela saya juga berjibun dari mereka yang telah mengenal saya dari jarak yang dekat.

Perkiraan saya, suasana panas ini tentu bertalian dengan Pilkada DKI Februari 2017, di mana Ahok sebagai petahana ingin maju lagi berhadapan dengan dua pasangan lainnya. Kemudian ada lagi pernyataan saya: �tidak begitu mengenal Ahok,� langsung di dunia maya ditampilkan gambar saya yang sedang makan di kantor Gubernur DKI, lalu dilontarkanlah tuduhan pembohong kepada saya. Gambar Desember 2015 itu sudah lama beredar dan sudah dijelaskan konteksnya.

Masalahnya sederhana saja. Maksudnya saya tidak mengenal Ahok luar-dalam, kenal sekadarnya saja. Tetapi karena dinilai lunak, tidak sejalan dengan arus keras yang sedang bersemangat dalam Lawyers Club itu, maka jadilah saya dituduh sebagai seorang pembohong. Bahkan seorang mantan menteri mengomentari gambar saya bersama Ahok itu �baru diajak makan malam saja sudah ngeloyor.� Rupanya di mata teman ini, harga saya demikian murah. Inilah risikonya, sekali orang memasuki ranah pinggir politik kekuasaan, tafsirannya menjadi liar tak terkendali.

Tetapi berbagai kutukan telah berulang kali dialamatkan kepada saya di masa lalu dalam menghadapi berbagai peristiwa. Ingat awal tahun 2015, saat terjadi ketegangan antara KPK dan BG, saya sebagai Ketua TIM 9, telah diserang dengan nada sangat keras oleh sementara politisi dan oknum jenderal polisi. Dalam perjalanan waktu, publik pada akhirnya bisa menilai siapa yang waras dan siapa pula yang kurang waras. Bahkan Jenderal Tito Karnavian sudah tiga kali tahun ini saja bersama rombongan berkunjung ke rumah saya di Yogya, belum lagi Komjen Suhardi Alius yang pernah dituduhkan sebagai keponakan saya telah beberapa kali datang ke rumah. Saya rasa polisi yang waras tidak punya kecurigaan apa pun pada sikap kebangsaan saya yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pribadi.

Oleh sebab itu tuduhan kepada saya membela Ahok rasanya salah alamat, dan tidak akan pernah mempan. Saya bukanlah sejenis orang oportunis, mengais cari makan dengan mengorbankan martabat kemanusiaan saya. Dalam istilah Alquran, tuduhan itu barangkali tidak lebih dari al-zabad, buih sebagai lambang kebatilan, tidak punya hakekat. Akan sirna secara sia-sia. Mari kita saling menghargai dalam perbedaan, karena di sanalah bertenggernya nilai kemanusiaan yang tertinggi. Jangan habiskan energi bagi desakan kepentingan politik sesaat dengan menyeret nama Tuhan, karena cara semacam itu jauh dari kearifan.

Bukankah gejala Ahok ini sebagai pertanda keras dari kegagalan partai-partai Muslim menampilkan pemimpin yang dipercaya rakyat? Belajarlah berfikir jernih. Dan saya akan sangat mendukung sikap agar bangsa ini, khususnya Presiden Jokowi dan Ahok agar mewaspadai bahaya kekuatan kuning yang semakin menguasai dunia ekonomi Indonesia. Jika cengkeraman ini semakin tidak terbendung, akibatnya sudah pasti: nasib Nawacita yang ingin berdikari di bidang ekonomi akan lumpuh di ujung perjalanan.

Kita sedang berada di persimpangan jalan dalam masalah berat ini. Dengan semakin mendekatnya Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke kubu Beijing seraya mengucapkan sayonara kepada patron tradisionalnya Amerika Serikat, maka politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sedang dihadapkan kepada ujian berat yang kritikal. Oleh sebab itu, dari pada menguras energi untuk mengutuk seseorang, akan lebih elok untuk memandang dengan tajam nasib bangsa ini ke depan yang bisa kehilangan kedaulatannya. Hilangnya kedaulatan sama maknanya dengan pengkhianatan terbuka terhadap Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.(sangpencerah.id)

Tuesday, October 25, 2016

TERKUAK!! Ada Aliran Dana Rp 10 Miliar untuk Mobilisasi Massa Anti Ahok dari Mantan Petinggi Negeri


Ilustrasi demo anti Ahok

alirantransparan.blogspot.co.id - Aksi unjuk rasa terhadap calon gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga menistakan agama dan menghina ulama terus menggelinding.

Bahkan, demonstrasi anti Ahok yang dimotori salah satu ormas keagamaan, bukan hanya berlangsung di Jakarta, tapi juga daerah lain di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Padang, dan Makasar.

Informasi yang beredar, Jumat (4/11), bakal ada aksi unjuk rasa yang melibatkan puluhan ribu massa di ibukota dengan tujuan Balaikota DKI Jakarta dan Bareskrim Polri.

Sayangnya dari rumor yang berkembang, aksi unjuk rasa anti Ahok itu ternyata ada yang memobilisasi.

Salah satu ormas keagamaan disebut-sebut menerima kucuran dana hingga Rp 10 miliar dari mantan petinggi negeri ini yang menginginkan Ahok tumbang sebelum berlaga dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.

Saat dikonfirmasi, Tim Pendampingan Hukum DPP PPP pimpinan Djan Faridz, Muara Karta mengaku sudah mengetahui informasi tersebut sejak beberapa hari yang lalu.

Menurut Karta, sejumlah pimpinan aliansi keagamaan yang ikut demonstrasi mengadukan ke dirinya terkait tidak meratanya distribusi dana Rp 10 miliar.

"Beberapa aliansi melaporkan tidak meratanya pembagian dana. Mereka mengaku hanya menerima Rp 500 juta," kata Karta saat dihubungi rmoljakarta, Selasa (25/10).

Atas temuan tersebut, Karta mensinyalir aksi unjuk rasa yang makin marak akhir-akhir ini bukan semata-mata untuk menjegal Ahok.


"Saya melihat sasaran utamanya menjatuhkan Presiden Jokowi. Kalau hanya menjegal Ahok sepertinya terlalu kecil," kata Karta.

Tanggapan dari pihak yang dituduh akan ditampilkan dalam berita selanjutnya. (rmoljakarta.com)

Monday, October 24, 2016

Luhut Buat Pernyataan Mengejutkan Tentang Jokowi, Jokowi Disebut Begini



alirantransparan.blogspot.co.id - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan memuji habis pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo.

Dia membandingkan penilaian ini berdasarkan pengalaman kerjanya dengan pemerintahan sebelumnya.




Berdasarkan pengalamannya, selama menjadi pejabat, baik Menteri Perindustrian dan Perdagangan, waktu jamannya Presiden Abdurrahman Wahid, Duta Besar Indonesia untuk Singapura saat jaman Presiden BJ Habibie, hanya di era Jokowi lah dia menemukan keunikan.

Keunikan tersebut menyangkut gaya kepemimpinan Jokowi.


"Saya lihat sekarang pemimpin kita ini mau mendengar, berani buat keputusan, dan bukan hanya itu, juga berani tanggung jawab," katanya di Jakarta akhir pekan kemarin.


Di era Jokowi, dia juga menemukan keunikan lain. Keunikan menyangkut tim kerja. Luhut bilang, tim kerja di era pemerintahan Jokowi cukup baik.


Anggota tim kerja yang dimiliki Presiden Jokowi juga memiliki integritas tinggi. "Walau ada kekurangan, karena kami bukan malaikat, selalu bisa diselesaikan dengan baik," katanya.(tribunnews.com)


Heboh! SBY 'Curhat' di Twitter Soal TPF Munir, Mantan Anggota TPF Ini Langsung Skakmat SBY




alirantransparan.blogspot.co.id - Mantan anggota tim pencari fakta (TPF) pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Hendardi menilai keliru anggapan yang menyatakan presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki peran besar dalam pengungkapan kasus Munir.


"Bahwa Partai Demokrat membanggakan SBY dalam kasus Munir cukup banyak mengadili para pelaku, itu enggak benar," ujar Hendardi di Kantor Setara Institute, Jakarta, Minggu (23/10/2016).

Peran besar SBY dalam kasus Munir disampaikan juru bicara DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik, dalam keterangan tertulis sebagaimana dikutip Beritateratas.com, Sabtu (22/10/2016).

Namun, menurut Hendardi, pernyataan itu bertentangan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Sebab, hanya satu orang yang dipidanakan dalam kasus Munir, yakni pilot pesawat yang ditumpangi Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto.

Hendardi menuturkan, Pollycarpus saat itu hanya dianggap sebagai aktor lapangan.

Sementara, saat itu tim TPF merekomendasikan pengusutan terhadap empat level aktor, yakni aktor lapangan, aktor pemberi fasilitas, aktor perencana, dan aktor pengambil keputusan.

"Kan baru Pollycarpus yang dihukum sebagai aktor lapangan. Justru saat itu laporan TPF enggak diungkap ke publik," ucap Hendardi.

Rachland sebelumnya menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo tidak bijaksana jika mengutus Jaksa Agung mencari keberadaan dokumen laporan TPF kasus Munir kepada SBY.

Seharusnya, menurut Rachland, Jokowi berkomunikasi langsung dengan SBY, jika sungguh ingin mencari dokumen yang diklaim hilang tersebut. 


Menurut Rachland, Jaksa Agung adalah simbol otoritas hukum pidana. Sehingga, terkait hal ini, Presiden perlu menjelaskan pasal apa yang dilanggar SBY.

"Menugaskan Jaksa Agung akan mengirim pesan keliru yang merugikan nama baik orang lain," ucap Rachland.


Padahal, kata dia, SBY memiliki peran besar dalam pembentukan TPF Munir. Selain itu, SBY juga berjasa dalam menyeret pelaku pembunuhan ke meja hijau.

"Nama-nama yang direkomendasikan TPF untuk diperiksa, sudah sebagian besar diadili dan dipidana," ucap Rachland.

SBY pun melalui AKun Twitternya menyampaikan sejumlah penjelasan sebagai berikut ini:

Dua minggu terakhir ini pemberitaan media & perbincangan publik terkait hasil temuan TPF Munir amat gencar.

Saya amati perbincangan publik ada yg berada dlm konteks, namun ada pula yg bergeser ke sana - ke mari & bernuansa politik.

Dlm dua minggu ini pula, sbg mantan Presiden, saya terus bekerja bersama para mantan pejabat KIB, utk siapkan penjelasan.

Kami buka kembali semua dokumen, catatan & ingatan kami - apa yg dilakukan pemerintah dlm penegakan hukum kasus Munir.

Yg ingin kami konstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yg telah dilakukan pemerintah sejak Nov 2004.

Utk segarkan ingatan kita, Alm Munir meninggal dunia di atas pesawat Garuda yg tengah menuju Amsterdam 7 September 2004.

Ketika aktivis HAM Munir meninggal,saya msh berstatus sbg Capres. 3 minggu setelah jadi Presiden, Ibu Suciwati (isteri alm) temui saya.

Kurang dari seminggu setelah pertemuan itu (TPF Munir belum dibentuk) kita berangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda.

Aktivitas pemerintah & penegak hukum selanjutnya, segera kami sampaikan kpd publik. Saya ingin publik tahu duduk persoalan yg benar.

Saya memilih menahan diri & tak reaktif dlm tanggapi berbagai tudingan.Ini masalah yg penting & sensitif. Jg soal kebenaran & keadilan.

Penjelasan yg akan kami sampaikan dlm 2-3 hari mendatang, haruslah berdasarkan fakta, logika & tentunya juga kebenaran.(vr@beritateratas.com)

Sunday, October 23, 2016

Benarkah SBY Korbankan Agus Demi Wujudkan Skenario Jokowi Muluskan Ahok di DKI 1? Jawaban Ini Sangat Mencengangkan!




alirantransparan.blogspot.co.id - Skenario Jokowi agar Ahok tetap menjadi DKI 1 untuk periode ke dua semakin terbuka lebar. Manufer SBY yang mengorbankan puteranya Agus menjadi calon Gubernur DKI 1 adalah jawabannya. Banyak orang mengira, bahwa penunjukkan Agus sebagai Cagub DKI, adalah taktik jitu SBY. Benarkah demikian?



Bagi yang paham mengenai intelijen, hal yang dilakukan SBY itu justru bermakna sebaliknya. SBY justru rela berkorban demi mewujudkan skenario Jokowi yang tetap menginginkan Ahok di DKI. Pasca �tour de Java� yang dihancurleburkan oleh Jokowi lewat geleng-geleng kepala di Hambalang, SBY akhirnya sadar bahwa tinggal menunggu waktu, peluru Jokowi akan ditembakkan kepadanya. Dan ini sangat ditakuti oleh SBY. SBY sangat ketakutan jika citranya di masa tuanya menjadi hancur.


Selama 10 tahun pemerintahannya, SBY tidak lepas dari bau busuk korupsi. Kasus Hambalang yang menyeret elit Demokrat adalah contohnya. Kasus Century yang tiada ujung adalah bukti tersembunyi. Keterlibatan keluarga Cikeas dalam kasus Century, terutama Ibas, akan semakin benderang jika Jokowi memberi lampu hijau kepada KPK. Namun, Jokowi tidak melakukan hal itu.


Mengapa?


Ada konsensi politik untuk saling melindungi di antara mantan Presiden. Selama 10 tahun SBY memerintah, KPK tidak pernah mendapat lampu hijau dari SBY untuk memeriksa mantan Presiden Megawati terkait kasus mega triliun BLBI. Kendati Abraham Samad, Ketua KPK paling fenomenal, ngotot untuk memeriksa Mega, namun SBY melakukan segala cara untuk menghalanginya.

Dan, memang begitulah sejarahnya. Walaupun Mega-SBY saling dendam selama 10 tahun, namun SBY tetap bersikukuh agar KPK jangan sampai memeriksa Mega. Alasannya, ia mantan Presiden. SBY sadar, bahwa akan tiba saatnya, ia juga menjadi mantan Presiden.


Sebelumnya, hal yang sama telah dilakukan oleh mantan Presiden Habibie, Gusdur, dan Megawati. Kendatipun Soeharto melakukan gurita korupsi selama 32 tahun, namun ketika menjadi Presiden, Mega tak pernah memberi perintah untuk mengusutnya. Inilah yang diteruskan oleh SBY. Selama sepuluh tahun ia menjadi RI-1, SBY tidak pernah mengeluarkan perintah mengusut para mantan Presiden sebelumnya termasuk Megawati. Namun, di era Jokowi, konsesi saling melindungi itu pudar.


Setelah lengser dari kursi Presiden, SBY menjadi ketakutan melihat kepala batu Jokowi. Kehebatan Jokowi yang memporakporaknda Koalisi Merah Putih (KMP) dan melengserkan beberapa ketua partai termasuk orang kuat Aburizal Bakri, telah menjadi pelajaran besar bagi SBY. Pun keberanian Jokowi yang sipil melebihi militer menenggelamkan lebih ratusan kapal asing pencuri ikan, membekukan PSSI, membubarkan Petral, telah menjadi catatan menakutkan bagi SBY.


Maka, ketika Jokowi menginginkan agar kursi DKI-1 tetap dijabat oleh Ahok demi kelanjutan kebijakannya, SBY pun mencari cara untuk mendukungnya. Namun, dengan cara di luar nalar publik. Tentu saja tidak ada makan siang gratis. SBY lewat instink militernya paham benar bahwa Jokowi kemungkinan besar akan menjabat sebagai Presiden untuk dua periode. Sebagai calon pengganti Jokowi, ada Ahok yang telah siap melanjutkan estafet pemerintahannya kelak.


Kalkulasi militer SBY itu, telah mendorongnya membuat keputusan paling menentukan setelah ia lengser dari kursi Presiden. Ia akhirnya berbalik mendukung Jokowi pasca koalisi kekeluargaan yang sempat dibangun di DKI kandas. SBY pun melakukan strategi ala militer yang mampu mengelabui publik. Ya, sebuah cara senyap ala jenderal militer.  SBY rela mengorbankan anaknya Agus demi citranya dan keluarga besar Cikeas.


Publik pun paham bahwa demi citranya, SBY rela melakukan berbagai cara selama 10 tahun pemerintahannya, termasuk menelurkan beberapa album. Demi menjaga citranya, SBY rela mensubsidi hampir 300 Triliun BBM setiap tahun agar masyarakat tidak panik dan kemudian menyerang segala kebijakannya. SBY pun rela disebut sebagai Presiden yang paling sedikit membangun infrastruktur demi menjaga citranya agar duit APBN bisa digunakan untuk meninabobokan rakyat.


Lalu, apa tujuan SBY mengajukan puteranya sebagai cagub DKI? Bukankah puteranya Agus, sedang meniti karir cemerlang di militer?


Jawabannya adalah mengambil hati Jokowi sekaligus Ahok jika berhasil menjadi Presiden di negeri ini kelak. SBY jelas sedang mengirim pesan nyata kepada Jokowi dan Ahok, agar ke depannya tidak lagi mengungkit-ungkit masa lalunya karena ia telah membayar mahal untuk itu.


Publik mungkin berpikir bahwa SBY sedang menantang Jokowi lewat puteranya Agus. Namun alasan di balik itu sebetulnya adalah sedang terjadi skenario SBY yang memuluskan keinginan Jokowi di DKI. SBY paham bahwa puteranya Agus bukanlah lawan yang sepadan untuk menantang Ahok. Ahok jelas akan mudah mengalahkan Agus. Dengan memasang puteranya Agus dan bukan calon yang lain, maka Ahok akan dengan mudah menang di DKI. Inilah yang harus diingat oleh Jokowi-Ahok kelak. Jokowi harus mengingat pengorbanan besar SBY.


Tentu saja demi mewujudkan skenario Jokowi di DKI itu, SBY rela memberikan harapan palsu kepada Yusril yang sebetulnya sudah hampir matang dipasangkan dengan Syaefullah. Dari berbagai survei, elektabilitas Yusril jauh lebih tinggi daripada Agus. Akan tetapi SBY tidak melakukan itu. Partai-partai pengusung Agus-Silvie memberi alasan bahwa Yusril tidak bisa diusung karena dia juga adalah ketua partai.


Saat Ahok melakukan taktik �bakar diri� dengan menyerempet Surat Almaidah ayat 51 itu, SBY secara diam-diam mendorong FPI dan Amin Rais untuk ikut melakukan demo besar-besaran untuk menjatuhkan Ahok. Mengapa? Jelas bukan untuk menjatuhkan Ahok. Namun untuk membuat publik agar semakin jijik kepada FPI yang bisa berakibat buruk kepada PAN-nya Amin Rais sebagai pengusung Agus-Sylvie.


Dengan anggapan demikian, maka simpati publik akan berpaling kepada Ahok yang terbukti difitnah oleh potongan video Buni Yani. Inilah yang diinginkan oleh SBY. Dengan anggapan demikian juga, maka jalan Ahok menuju DKI-1 akan semakin mulus.


Jika pus  tidak terlihat gencar membagikan sembako kepada masyarakat miskin kota. Agus hanya menebar janji-janji manis yang sebetulnya biasa dilakukan oleh politisi manapun. Agus terlihat tidak melakukan cara yang luar biasa, untuk melawan citra Ahok.


Bukan tidak mungkin, orang kepercayaan Ahok, Sylvie, sengaja dipasangkan dengan Agus. Dan Ahok paham benar skenario itu. Itulah sebabnya Ahok enggan menyerang Sylviana. Hal berbeda misalnya ketika Syaefullah dipasangkan dengan Yusril. Ketika Syaefullah baru dicanangkan untuk dipasangkan dengan Yusril, Ahok sudah getol menyerang keduanya. Akan tetapi Ahok sama sekali enggan menyerang Agus-Sylviana.



Masuknya Sri Mulyani sebagai Menteri Jokowi adalah salah satu bargain politik cerdas Jokowi �SBY. Dengan Sri Mulyani yang pernah menjadi menteri era SBY, maka segala macam yang berbau pajak keluarga Cikeas tidak akan diganggu gugat. Terbukti, SBY dan keluarganya sampai sekarang tidak pernah diberitakan ikut program Tax Amnesty. SBY yakin bahwa ke depan ia percaya dengan konsesi politiknya dengan Jokowi. Dan ini juga disetujui oleh Jokowi sepanjang rencana besarnya tidak diganggu.


Bagi Jokowi sendiri, konsesi untuk tidak mengganggu gugat SBY yang telah menjadi mantan Presiden akan bisa dijamin selama SBY tidak bertingkah macam-macam. Tentu saja syaratnya, SBY harus mendukung Jokowi di DKI secara diam-diam. Masuknya Ruhut Sitompul dan Hayono Isman sebagai pendukung Ahok adalah bukti cerdas SBY untuk mengelabui publik. Ruhut seolah-olah dibuat menentang SBY, padahal sebetulnya ia adalah kiriman SBY kepada Jokowi-Ahok.


Konsesi politik Jokowi-SBY semakin terikat kuat ketika SBY akhirnya mengambil terobosan luar biasa untuk mengusung puteranya sendiri menjadi calon gubernur DKI. Padahal, menurut para pengamat,  Agus disebut masih anak ingusan  (Ikrar Nusa Bhakti), kurang bijaksana (Emrus Sihombing),  figur yang akan kalah (Veri Muhlis dari Lembaga Survey Konsep Indonesia).


Lalu, bagaimana dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno? Pemecatan Anis dari kursi menteri Jokowi, lalu menyamar jadi usungan Gerinda-PKS bisa jadi adalah bagian dari misi Jokowi di DKI. Jika akhirnya Anis sukses melakukan tugasnya untuk menyusup dalam Pilkada DKI, maka setelah Pilkada DKI 2017 mendatang, Anis bisa saja kembali dipanggil menjadi menteri oleh Jokowi sama seperti perlakuannya kepada Ignasius Jonan dan Arcanda Tahar.


Kalau demikian, maka Pilkada 2017 mendatang adalah hanya dagelan politik tingkat tinggi antara Jokowi-SBY-Anis Baswedan. Dengan kata lain lewat dagelan itu, SBY wujudkan skenario Jokowi untuk membuat jalan Ahok menuju DKI-1 mulus.(Asaaro Lahagu via sorasirulo.com)