Latest News

Showing posts with label NU. Show all posts
Showing posts with label NU. Show all posts

Friday, October 7, 2016

Mantap! NU Jakarta: Ucapan Ahok ditujukan ke orang yang politisasi agama


 
Indoheadlinenews.com - Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu terkait Surat Al-Maidah menuai polemik. Ahok dituding sejumlah pihak menghina Alquran.

Namun, Wakil Katib Syuriah PWNU DKI-Jakarta, Taufik Damas menilai, tidak ada kata-kata Ahok yang dituding banyak pihak menistakan Alquran. Hal itu disimpulkannya setelah melihat dan mendengarkan secara utuh rekaman video pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang berdurasi 1 jam 43 menit.

"Seharusnya kita lihat video aslinya yang utuh. Saya sudah melihat, dan suasananya sangat cair. Masyarakat tampak antusias dan gembira mendengarkan pidato Ahok ketika itu. Lagi pula, saya perhatikan ucapan Ahok itu tidak bermaksud melecehkah ayat dalam surat Al-Maidah itu. Ucapan Ahok itu bermakna memang ada orang yang yang menggunakan ayat tersebut dalam konteks pemilihan kepada daerah di Jakarta, khususnya menyangkut larangan memilih pemimpin non-muslim. Jadi titik tekannya adalah kalimat 'membohongi pakai ayat', bukan ayatnya yang membohongi," kata tokoh muda NU ini, Jumat (7/10).

Dia mengatakan, rekaman itu menjadi ramai karena potongan rekaman video yang menyebar justru hanya sekitar 30 detik, atau cuma sepotong. Rekaman 30 detik itu berisi pernyataan Ahok "Bapak ibu enggak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu ya. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa-apa. Karena ini kan hak pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Jadi bapak ibu enggak usah merasa engga enak. Dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok".

Menurutnya, kalimat Ahok cukup jelas bahwa yang dituju adalah orang-orang yang menggunakan ayat untuk pentingan politik. Bukan menyebut bahwa yang berbohong adalah surat Al-Maidah 51.

"Namun, dalam politik tak menutup kemungkinan ada orang yang menjadikan ayat-ayat hanya sebagai alat politik. Memperlakukan ayat-ayat sebagai alat politik. Justru inilah yang berbahaya, karena berpotensi mengaburkan fakta politik yang sebenarnya," katanya.

Dia menilai sebaiknya unsur SARA benar-benar dihindari dalam politik karena akan selalu melahirkan kontroversi yang tak berujung. Menurut Taufik, lebih baik masyarakat diajak untuk berpikir kritis terhadap calon pemimpin yang ada, baik di Jakarta atau di daerah lain.

"Pilkada kan bukan hanya di Jakarta, tapi juga ada di daerah lain. Sikap kritis dan obyektif harus dikedepankan dalam melihat proses Pilkada ini," tukasnya.(merdeka.com)

Monday, October 3, 2016

Santri Zaman Ini Harus Belajar dari Teladan Kiai Sahal





alirantransparan.blogspot.co.id - Peringatan Haul dan 1000 hari wafatnya Kiai Sahal menjadi momentum bagi santri-santri beliau untuk melanjutkan perjuangan. Hal ini, disampaikan KH. Malik Madani (Dosen UIN Yogyakarta, Katib 'Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2010-2015) di Pesantren Maslakul Huda, Ahad (2 Oktober 2016), jam 20.00 WB.

Dalam tahlil umum, sebagai puncak agenda Haul, dihadiri oleh KH. Kafabihi Mahrus (Pesantren Lirboyo), KH. Nafi Abdillah, KH. Zaky Abdillah (Kajen), KH. Moh Khoiruzzad (Kencong, Jawa Timur), KH. Aniq Muhammadun, Bupati Pati H. Haryanto, MM, jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, Pengurus Masjid Agung Jawa Tengah dan ribuan santri. KH. Abdul Ghoffar Rozien, pengasuh Pesantren Maslakul Huda, mengucapkan terima kasih kepada para kiai, santri dan warga yang hadir untuk mendoakan Kiai Sahal. 

"Terima kasih atas semua yang rawuh. Semoga menjadi kebaikan untuk kita semua," ungkap Gus Rozien, yang kini sebagai Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama. Dalam ceramahnya, Kiai Malik Madani mengungkapkan bahwa sosok Kiai Sahal adalah orang yang langka. 

"Kiai Sahal harus menjadi teladan bagi kita semua, beliau orang 'alim yang langka. Kiai Sahal lahir dari keluarga kiai besar, namun tidak terjebak pada bayang-bayang kebesaran masa lalu. Justru, Kiai Sahal mampu tegak berdiri untuk membangun kesuksesan," terang Kiai Malik. 



Ketika menjadi Katib 'Am Kiai Sahal, Kiai Malik Madani mendapatkan banyak pelajaran berharga.

Di antaranya dalam hal kedisiplinan, visi, niat pengabdian, dan konsistensi. "Dalam segala hal, saya sebenarnya tidak pantas memberi ceramah pada agenda penting ini.

Tapi, saya beranikan demi kecintaan dan pengabdian saya kepada Kiai Sahal" terang Kiai Malik. Dalam kisah yang disampaikan, Kiai Malik Madani sangat kagum dengan sosok Kiai Sahal. "Saya menjadi sekretaris Kiai Sahal, di jajaran Syuriah PBNU, sebagai Katib 'Am. Pada waktu itu, Kiai Sahal menjadi Rais 'Am. Saya belajar banyak dari Kiai Sahal, beliau itu guru saya. 

Santri-santri harus belajar dari teladan dan keilmuan Kiai Sahal" ungkap Kiai Malik Madani. Dalam informasi yang disampaikan panitia, Tahlil Umum menjadi puncak agenda dari rangkaian acara yang diselenggarakan Panitia 1000 Hari wafatnya Kiai Sahal. Sebelumnya, diselenggarakan Seminar & Call Paper Fiqh Sosial (Pusat FISI/IPMAFA), Temu Alumni, serta peresmian Ma'had Aly Pesantren Maslakul Huda. Menteri Agama, H. Lukman Hakim Saifuddin meresmikan berdirinya Ma'had Aly ini. Ma'had Aly Maslakul Huda, menjadi percontohan untuk belajar Ushul Fiqh dan ilmu Fiqh, yang menjadi basis ilmu yang dikembangkan Kiai Sahal untuk para santrinya (*Munawir).

Wednesday, September 14, 2016

NU: Stop Isu SARA, Saatnya Berpikir Perkuat Kehidupan yang Beradab dan Berbudaya




alirantransparan.blogspot.co.id - Maraknya isu SARA jelang pilkada Jakarta cukup membuat risau sebagian kalangan. Isu SARA dianggap tidak relevan dan dianggap ketinggalan zaman.

"Kita ini hidup di abad yang sangat modern. Ini abad 21. Isu SARA itu produk masyarakat abad lampau. Kini saatnya kita berpikir untuk memperkuat kehidupan yang beradab dan berbudaya. Kita harus mampu berpikir obyektif dalam segala hal," ujar Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta Taufik Damas dalam keterangannya, Selasa (13/5/2016).

Menurutnya, momen pemilihan pemimpin seharusnya dilihat sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.

"Masyarakat harus diajak untuk berpikir obyektif dan kritis. Dengan demikian, akan lahir pemimpin yang benar-benar memperjuangkan kesejahteraan hidup orang banyak. Pemimpin yang bertanggungjawab pada masyarakat, bukan pemimpin yang culas dan penuh kebohongan," tegas Taufik

Seorang pemimpin itu tergantung kemampuan untuk memberikan dan menjamin kemashlahatan atau kesejahteraan warga. "Gubernur di negara Indonesia beda tanggung jawabnya seperti auliya atau wali yang dimaksud dalam negara-negara Islam. Ini negara Pancasila. Ada kesetaraan dalam hukum publik," ujarnya.

Tidak hanya itu, pemilu atau pilkada jangan sekadar dijadikan ajang untuk menang-kalah, tapi harus dijadikan kesempatan untuk menegakkan pola hidup yang sesuai dengan akal sehat.

"Karena kehidupan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akal sehat akan bermuara pada kesejahteraan jiwa dan raga kita semua. Dan itu cita-cita para pendiri negeri ini," tutupnya.(detik.com)